Selasa, 24 Juni 2014

Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sekolah gratis


Man teman di lingkungan kalian, sekarang ini lagi musim apa sih? Musim bola, kampanye, atau lagi musim nyiap2in buat puasa? Kalo ditempat saya sih lagi musim daftaran anak sekolah. Kalo lagi musim daftaran sekolah gini biasanya orang tua tidak terlalu mikir lagi sama yang namanya bola, persiapan puasa, apalagi kampanye. Orang tua mulai sibuk nyari tau tentang sekolah mana yang minimal syarat nilainya sesuai sama nilai anak mereka. Ada orang tua yang serius nyari info, ada orang tua yang 
“embuh sak karepe bocahe lah”, ada juga yang
“ wes ben di kandani angel, ben kono daftar sekolah sing nganggo tes, mengko nek rak ketrimo tinggal tak kon sekolah swasta pinggiran, wegah mbayar larang – larang”
Emmm,, *ngelus dada*. Man teman, kalau orang tua udah enggan mengeluarkan biayai untuk sekolah anaknya sendiri gini, salah siapa coba?

MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA. Temen- temen pasti udah sering dengar/baca tulisan yang kayak gini kan? Iya dong, kalimat itu udah sering dikoar- koarkan oleh Anies Baswedan sebagai JANJI KEMERDEKAAN. Atau kalau enggak tiap Senin, diupacara bendera, kalimat ini ada di pembacaan UUD 1945 di alenia 4, kalau kata guru SD saya MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA itu adalah CITA-CITA BANGSA. 

Bingung ya sebenernya MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA itu JANJI atau CITA-CITA? Udah gak usah bingung, itu sama kok kayak jomblo dan single. Orang tak berpacar biar terlihat terhormat sering ngaku sebagai single, karena single adalah pilihan sedangkan jomblo adalah nasib. (perumpamaan yang agak maksa, tapi semoga berterima)

Ya sama, diantara JANJI sama CITA CITA, posisi yang agak tinggi mungkin adalah JANJI. Karena kalau JANJI adalah susuatu yang harus di penuhi dan tidak bisa direvisi, sedangakan CITA CITA bisa direvisi, kata Anies Baswedan. Sedangkan menurut saya, JANJI adalah apa yang akan dipenuhi oleh negara, sedangkan CITA CITA adalah sesuatu yang akan di raih/diwujudkan besama, dalam hal ini negara dan bangsanya. Didalam CITA CITA ada unsur usaha dari bangsa/rakyat untuk meraihnya, dan dari pihak negara wajib mewujudkan. Dua pihak ini sama – sama saling berkeinginan untuk mewujudkan, bukan hanya dari pihak pemerintah yang memenuhi janjinya untuk mencerdaskan bangsa, yang kemudian diwujudkan hanya dengan sekedar pemberian sekolah gratis atas nama pemenuhan janji dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, BUKAN!

Tapi bukan itu sih point-nya,  bukan tentang, ‘ini sebenernya JANJI atau CITA CITA sih?”,pointnya bukan dikata bendanya melainkan di kata kerjanya, yakni, MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA. JANJI KEMERDEKAAN negara Indonesia kepada bangsa nya adalah mencerdaskan, memberi pendiidikan. Kepada siapa? kepada bangsa Indonesia, kepada rakyat Indonesia termasuk anak- anak yang ada di sekitar rumah saya. Oleh siapa? Oleh negara pasti, secara konstitusional ini ada di UUD 1945 pasal 31.  JANJI KEMERDEKAAN DARI NEGERA adalah mencerdaskan, memberikan pendidikan, bukan sekedar memberikan sekolah gratis yang malah ujung ujungnya gak mencerdaskan kehidupan bangsa sama sekali.

HAK MENDPATKAN PENDIDIKAN. Pernah denger/ atau baca? Kata kata itu ada di UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Bunyi lengkapnya gini “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” dan di pasal 31 ayat 2 bunyinya “ setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Temen –temen ingat hukum hak dan kewajiban gak? Hak dipenuhi setelah kewajiban dilaksanakan.  Jadi warga negara itu wajib mengikuti pendidikan dasar, ini sering disebut dengan wajib belajar 9 tahun (dulu) dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam kalimat sederhananya adalah pemerintah wajib menggratiskan pendidikan setidaknya sampai jenjang pendidikan dasar 9 tahun (dulu) dan ini diwujudkan dalam sekolah gratis, atau kalau enggak melalui pemberian beasiswa dengan embel-embel rakyat miskin bukan karena prestasi.

Lalu kalau warga negara sudah melakukan kewajibanya, haknya dikasih gak sama negara, hak untuk mendapatkan pendidikan? Dapet, tapi hanya pendidikan yang sekedarnya, karena saat warga negara melakukan kewajibanya yang gak perlu bayar, yang didapet dengan gratisan, itu berarti mereka gak perlu usaha dalam rangka mendapatkan pendidikan. Usaha yang dilakukan lebih ke bagaimana biar bisa sekolah gak bayar, kemudian memiskin kan dirinya sendiri, cari surat miskin, bukan malah dengan berusaha bekerja keras biar bisa bayar sekolah untuk dapat pendidikan setinggi mungkin buat anaknya. Disinilah sense of education as a need nya hilang.

Kemudian, apa yang bisa diharapkan dari sesuatu yang gratisan, yang diberikan cuma - cuma, yang bukan dari usaha karena bener bener diinginkan coba? Terjadi proses mencerdaskan bangsa gak? Lalu  cita citanya tercapai gak? ENGGAK. Sekolah gratis doesn’t work dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara secara konstitusional memang sudah memenuhi janji untuk memberikan pendidikan, tapi tidak mendidik, tidak mencerdaskan bangsanya.

SEKOLAH GRATIS. Ini ni, biangnya pendidikan gak bermutu di Indonesia. Saat ada program sekolah gratis dari pemerintah sekolah berlomba lomba memberitahukan bahwa sekolahan mereka adalah sekolah yang berkategori “tidak memungut biaya pendidikan apapun”. Pihak sekolah ramai – ramai membuat papan bertuliskan “sekolah ini tidak memungut biaya pendidikan apapun”, bagaimana dengan reaksi orang tua murid? Udah pasti senenglah, seenggaknya mereka gak perlu lagi membayar SPP tiap bulan nya. Di benak mereka pokoknya sekarang sekolah udah gak perlu bayar, titik. Karena gratisan, otomatis sense of education as a need nya hilang.
 
sekolah gratissss, lagii
Karena sekolah gratis, guru – guru udah gak bisa lagi jualan buku paket, karena orang tua pasti memberikan tanggapan “loh, jarene sekolah wes gratis, kok buku jek bayar, kui rak gratis jenenge”. Karena guru udah gak bisa jualan buku lagi, kejadian anak satu kelas gak bisa punya buku paket yang samaan sering terjadi. Jaman saya sekolah dulu, buku paket itu wajib, terserah mau dari mana dapaetnya, mau beli ke toko buku dengan harga murah, atau mau ngambil di gurunya dengan harga super mahal tapi bisa diangsur tiap minggunya, itu bebas, tapi punya buku paket adalah wajib di jaman dulu. Kalau sekarang kejadian anak yang belajar disatu kelas yang sama belum tentu punya buku paket yang serupa adalah hal yang lumrah. Itu terus gimana belajarnya coba, kalau buku aja gak punya sedangkan temen satu kelas yang lainya punya?

Orang tua gak mau keluar biaya karena ada program “sekolah ini tidak memungut biaya pendidikan apapun”. Orang tua udah terlanjur menganggap bahwa semuanya gratis, gak mau mengeluarkan biaya sekalipun untuk beli buku paket. Mungkin orang tua juga udah terlalu terbebani dari sistem jual beli buku paket yang dilakukan pihak sekolah yang harganya bisa 3 kali lipat dari harga semestinya. Disini guru sudah tidak bisa lagi cari untung dari jual beli buku paket, karena itu emang sudah dilarang. Di lain sisi kalau gak ada buku terus belajarnya pake apa, pake buku dari pemerintah yang isinya acakadut itu?

Gara gara sekolah gratis ini juga, pelajaran tambahan atau les yang biasanya di buat sama guru kelas juga gak bisa dilaksanakan lagi. Ya apalagi kalo bukan karena orang tua murid yang bilang “loh, jarene sekolah wes gratis, kok les tambahan jek bayar,larang meneh, kui podo wae rak gratis jenenge”. Tidak di pungkiri jam tambhan yang dilakukan oleh guru guru kelas ini bisa jadi tambahan pendapatan bagi guru tersebut, dengan bayaran yang cukup mahal dari pembayaran siswa - siswa yang ikut les tambahan itu bisa jadi uang gaji ekstra pengganti uang lelah. Tapi karena orang tua murid maunya cuman grtasisan saja, ya mana mau guru repot repot meluangkan waktu istirahatnya untuk kegiatan yang gak ada uangnya. Guru kan Pegawai Negeri Sipil bukan pekerja dinas sosial yang bekerja tanpa ada bayarannya.

 Lalu tahu apa akibatnya?

Nilai siswa jadi jelek, guru acuh karena mau memberikan tambahan pelajaran tapi orang tua murid tidak mau keluar biaya. Tidak ada usaha dari kedua belah pihak untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan  MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA.

Para guru, ayo fasilitasilah mereka, jangan diskriminasikan mereka hanya karena ketidak mampuannya akademiknya, motivasilah mereka. Guru sebagai pelakasana program pemerintah, pemberi hak pendidikan untuk anak- anak, berilah hak mereka, tetaplah berikan tambahan pelajaran bagi mereka yang kurang di bidang akademik kemudian pungutlah biaya sewajarnya yang terjangkau oleh orang tua murid.Berilah kesempatan kepada orang tua untuk melakukan kewajibannya, bekerja keras agar bisa membayar biaya sekolah anak anak mereka. Ijinkan orang tua murid untuk tetap bisa yakin bahwa anak mereka akan tetap mendapatkan pendidikan terbaik dari guru-guru mereka di sekolah, dan soal biaya itu bukan perkara bagi mereka.

Biarlah semangat ujaran jawa kuno tentang
JER BASUKI MAWA BEA tetap ada di benak setiap orang tua,
BAHWA JIKA INGIN ANAK PINTAR YA MEMANG HARUS MAU KELUAR BIAYA.

1 komentar: